27 March 2023
Home » Awas Riba » Hukum Jual Beli dalam Islam. Penting sebelum Berdagang
Hukum jual beli dalam Islam

Pada zaman khulafaur rasyidin, sahabat Umar bin khatab pernah mengusir seorang pedagang dari pasar karena tidak mengerti hukum jual beli dalam Islam. Kira-kira kenapa ya? 

 

Memahami hukum jual beli dalam Islam sangatlah penting. Seorang pedagang harus mengetahui mana transaksi yang halal dan mana transaksi yang haram, agar jual belinya menjadi sah dan tidak menyalahi syariat Islam.

Lebih jauh lagi, pedagang yang mengerti hukum jual beli dalam Islam, bukan hanya akan menyelamatkan dirinya, tapi ia juga menyelamatkan kaum muslimin yang bertransaksi jual beli dengannya.

Sekarang kita tahu alasan kenapa sahabat Umar mengusir pedagang yang belum mengerti hukum jual beli dalam Islam dari pasar. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan kaum muslimin dari transaksi yang haram.

Hukum Jual Beli

Dalam Islam, hukum jual beli adalah mubah atau diperbolehkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 275 yang menyebutkan bahwa “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam pun pernah ditanya, tentang usaha apa yang paling baik? maka Beliau menjawab “pekerjaan seseorang dengan tangannya dan perdagangan yang baik”

Namun, jual beli tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada hal-hal yang harus kita perhatikan, agar tidak terjatuh kepada hal-hal yang haram.

Macam-Macam Jual Beli

Dalam kitab At Taqrib, jual beli terbagi menjadi dua, yakni jual beli yang sah dan jual beli yang tidak sah.

Jual beli yang sah adalah jual beli segala sesuatu yang suci, bermanfaat, dan dimiliki. Sedangkan jual beli yang tidak sah adalah jual beli segala sesuatu yang najis dan tidak ada manfaatnya.

Nabi pernah bersabda bahwa “Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung-patung“.

Suatu ketika Rasulullah pernah ditanya, bagaimana pendapat Beliau tentang lemak bangkai? pada saat itu lemak bangkai sering digunakan untuk memoles kapal, memoles kulit, dan untuk sumbu lampu. Maka Beliau menjawab, “Tidak, lemak bangkai juga haram“.

Contoh jual beli yang tidak sah lainnya adalah jual beli barang yang belum dimiliki. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nabi pernah bersabda, “Tidak boleh melakukan jual beli kecuali dalam sesuatu yang dimiliki“.

Selanjutnya, kitab At Taqrib juga membagi jual beli ke dalam tiga kelompok.

Kelompok pertama, jual beli barang yang dapat disaksikan. Jual beli seperti ini hukumnya adalah boleh. Maksud dari barang dapat disaksikan adalah  penjual dan pembeli dapat melihat secara langsung kondisi barang yang sebenarnya.

Contoh jual beli yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah jual beli barang secara kontan di pasar. Penjual dan pembeli bisa sama-sama melihat barang yang sedang diperjualbelikan.

Kelompok kedua, jual beli atas sesuatu yang dijelaskan sifat-sifatnya dalam perjanjian. Jual beli seperti ini hukumnya boleh dengan syarat sifat-sifat barangnya sesuai dengan apa yang disebutkan.

Contoh jual beli kelompok kedua adalah jual beli pasir atau barang tambang. Barang tidak bisa dihadirkan pada saat akad dikarenakan jumlahnya yang besar atau banyak. Dalan hal ini penjual menjelaskan sifat-sifat barang yang akan dijual kepada pembeli.

Jual beli seperti ini diperbolehkan selama sifat-sifat yang disebutkan oleh penjual pada saat akad adalah benar dan sesuai dengan kondisi fisik barang yang sebenarnya.

Kelompok ketiga, jual beli atas barang yang tidak ada dan tidak bisa disaksikan. Jual beli seperti ini hukumnya adalah tidak boleh karena merupakan gharar dan mengandung penipuan.

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi Muhammad Shalalahu alaihi wa salam melarang perdagangan yang mengandung penipuan.

Contoh jual beli barang yang tidak dapat disaksikan adalah membeli anak kambing yang masih ada dalam rahim induknya. Kita tidak pernah tahu apakah anak kambing yang masih dalam rahim itu dalam keadaan sehat atau cacat.

Contoh lainnya adalah membeli mystery box. Kita membeli sesuatu di dalam sebuah kotak yang kita sendiri tidak tahu barang seperti apa yang ada dalam kotak tersebut.

Contoh jual beli barang yang tidak ada, misalkan kita menjual sebuah barang kepada seseorang, padahal barangnya tidak ada pada kita. Hal itu tidak diperbolehkan dalam Islam.

Jual Beli Riba

Masalah jual beli selanjutnya yang harus kita pahami adalah jual beli riba. Apa itu Riba? Singkatnya, riba adalah tambahan yang diharamkan oleh syariat Islam. Jual beli riba adalah jual beli yang di dalamnya terdapat unsur Riba.

Dosa riba termasuk ke dalam dosa besar. Maka dari itu, kita harus memahami masalah ini, agar tidak terjatuh kepada yang haram.

Dari kitab At Taqrib, dijelaskan bahwa riba berlaku pada emas, perak, dan bahan makanan. Artinya, jika kita mau bertransaksi jual beli emas, perak, dan bahan makanan, kita harus mematuhi aturan jual belinya agar tidak jatuh kepada riba. Berikut ini adalah aturannya :

  • Jual beli emas dengan emas, harus semisal dan dibayar tunai.
  • Jual beli perak dengan perak, harus semisal dan dibayar tunai.
  • Jual beli bahan makanan dengan bahan makanan sejenis, harus semisal dan dibayar tunai.
  • Jual beli emas dengan perak, atau perak dengan emas, boleh tidak semisal, tapi harus dibayar tunai
  • Jual beli bahan makanan dengan bahan makanan lainnya yang tidak sejenis, boleh tidak semisal, tapi harus dibayar tunai.

Yang dimaksud dengan kata “semisal” pada aturan di atas adalah tidak ada kelebihan dalam berat, jenis, dan takarannya. Atau dengan kata lain harus sama persis berat, jenis, dan takarannya.

Yang dimaksud dengan kata “tunai” pada aturan di atas adalah penjual dan pembeli saling mengambil barang di tempat jual beli. Atau dengan kata lain barang yang dijualbelikan diserahterimakan pada saat itu juga di tempat terjadinya jual beli.

Dasar dari aturan di atas adalah hadits Muslim yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa Salam bersabda,

Emas dengan emas seukuran dan semisal, perak dengan perak seukuran dan semisal, barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka itu adalah riba“.

Ubadah bin Ash-Shamit berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa Salam bersabda,

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir (sejenis gandum), kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, ukurannya sama dan tangan dengan tangan (tunai). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka jualah semau kalian asal tunai”.

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa Salam bersabda,

Kurma dengan kurma, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir (sejenis gandum), dan garam dengan garam, ukurannya sama dan tunai. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka dia telah melakukan riba, kecuali jika berbeda jenisnya”.

Kurma, gandum, sya’ir, dan garam adalah makanan pokok pada masa itu, sehingga pada kitab At Taqrib semuanya disebut sebagai bahan makanan pokok.

Para ulama sepakat untuk membedakan “kelompok bahan makanan pokok” dari “emas dan perak”, dikarenakan illat-nya berbeda. Maka dari itu, jual beli antara bahan makanan pokok dengan emas boleh tidak semisal dan boleh tidak tunai.

Sebagian ulama fikih ada yang menyamakan uang dengan emas dan perak. Hal itu karena pada zaman Nabi, emas dan perak digunakan sebagai alat tukar.

Dengan demikian, aturan jual beli uang adalah sebagai berikut :

  • Jual beli/tukar-menukar uang dengan mata uang yang sama, harus semisal dan dibayar tunai.
  • Jual beli/tukar menukar uang dengan mata uang yang berbeda, boleh tidak semisal, tapi harus tunai.

Sebagai contoh tukar menukar uang rupiah dengan rupiah lainnya jumlahnya harus sama. 1 lembar uang 100 ribu ditukar dengan 10 lembar uang 10 ribuan. Jika jumlahnya kurang, maka termasuk riba.

Jika kita hendak menukar mata uang rupiah dengan mata uang dollar, maka jumlahnya boleh tidak sama, tapi transaksinya harus dilakukan secara tunai/kontan. Jika pembayarannya dicicil, maka akan termasuk riba.

Pengetahuan ini penting buat mereka yang kesehariannya memang sering melakukan tukar menukar mata uang di tempat money changer.

Nah, setelah mengetahui aturan-aturan di atas, sekarang kita menjadi tahu kenapa ada sebagian ulama mengatakan bahwa “cicilan emas” itu riba. Sebab, membeli emas dengan uang, sama seperti membeli emas dengan perak, harus tunai/kontan.

Kita juga menjadi tahu kenapa praktek “tukar tambah perhiasan emas” di toko emas itu juga termasuk ke dalam transaksi jual beli riba. Sebab jual beli emas dengan emas harus semisal dan dibayar tunai. Semisal, artinya berat dan kadar karatnya harus sama.

Untuk menyiasati agar jual beli perhiasan emas tidak jatuh kepada riba, maka para ulama menyarankan agar kita menjual terlebih dahulu perhiasan emas yang lama, setelah itu barulah gunakan uang hasil penjualan emas yang lama tadi untuk membeli perhiasan emas yang baru yang kita inginkan.

Cara di atas mengikuti petunjuk dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa Salam sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut ini :

Dari Abu sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam mempekerjakan seorang laki-laki di Khaibar. Kemudian laki-laki itu mendatangi Nabi dengan kurma Janib.

Rasulullah kemudian bertanya, “Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Dia menjawab, “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, Kami mengambil satu sha ini dengan dua sha, dan dua sha dengan tiga sha.”

Maka Rasulullah Sahlallahu alaihi wa salam bersabda, “Jangan kalian lakukan hal itu, jualah semua kurma dengan dirham, kemudian belilah kurma Janib dengan dirham tersebut“.

Janib adalah salah satu nama dari jenis kurma yang bagus pada saat itu. Sahabat tadi menjelaskan bahwa ia membeli 1 sha kurma janib dengan dua sha kurma biasa, 2 sha kurma janib dengan 3 sha kurma biasa. Dan ternyata hal itu dilarang oleh Rasulullah.

Itulah halal haram dalam jual beli barang-barang riba. Pahamilah dan berhati-hatilah dalam bertransaksi jual beli barang-barang ini.

Jual Beli Lainnya yang Dilarang

Selanjutnya Kitab At Tarqib juga menjelaskan ada beberapa bentuk jual beli lainnya yang dilarang. Berikut adalah aturannya :

  • Seseorang tidak boleh menjual barang yang dia beli sampai dia menerimanya.
  • Tidak boleh menjual daging dengan hewan.
  • Tidak boleh melakukan jual beli ghoror
  • Tidak boleh menjual buah-buahan secara mutlak, kecuali setelah tampak kematangannya
  • Tidak boleh melakukan jual beli barang riba dengan barang riba lainnya yang sejenis dalam keadaan basah, kecuali menjual susu.

Kita tidak boleh menjual barang yang kita beli sebelum kita menerimanya. Berikut adalah keterangan hadits yang melarangnya,

Hakim bin Hizam meriwayatkan bahwa dia bertanya, “Wahai Rasulullah, saya membeli barang-barang ini. Apa saja yang dihalalkan dan diharamkan kepadaku?” Rasulullah menjawab, “Wahai anak saudaraku, janganlah engkau menjual suatu barang sampai ia berada di tanganmu.”

Abu Dawud meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam melarang penjualan barang barang di tempat pembeliannya, sampai para pedagang menggiringnya ke rumah mereka.”

Sekarang kita menjadi tahu, bahwa ketika membeli barang via telpon atau secara online, kita tidak boleh menjual barang tersebut kepada orang lain sebelum barang tersebut benar-benar kita terima.

Sabarlah, tunggulah terlebih dahulu sampai barang tersebut kita terima, barulah setelah itu kita boleh menjualnya kepada orang lain.

Larangan menjual daging dengan hewan ada pada hadits Samurah yang diriwayatkan oleh Hakim, bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa Salam melarang penjualan kambing dengan daging.

Sementara yang dimaksud dengan jual beli ghoror adalah jual beli yang tidak jelas apakah barangnya telah rusak atau masih bermanfaat, tidak jelas hasilnya, dan tidak jelas jenisnya.

Larangan jual beli ghoror ada pada hadits Muslim yang meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Nabi melarang jual beli Hashah dan jual beli Ghoror“.

Jual beli Hashah adalah jual beli barang yang tidak jelas dengan melempar batu. Dimana batu itu terjatuh, maka barang itu yang dijual.

Memahami Hak Khiyar

Dalam jual beli, kita juga harus paham mengenai masalah khiyar. Khiyar adalah seseorang bisa membatalkan akad dan mengembalikan barang.

Khiyar hanya berlaku jika penjual dan pembeli belum meninggalkan tempat akad. Jika mereka telah meninggalkan tempat akad, maka hak khiyar-nya sudah tidak berlaku lagi.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Salam pernah bersabda, “Masing-masing penjual dan pembeli itu memiliki khiyar kepada temannya selama keduanya belum berpisah, kecuali jual beli khiyar”

Yang dimkasud dengan “jual beli khiyar” adalah jenis jual beli, di mana salah satu pihak berkata kepada pihak lainnya, “pilihlah akad atau batal“, jika dipilih salah satunya maka pilihannya harus dilaksanakan.

Berikut ini adalah aturan mengenai khiyar pada kitab At Taqrib :

  • Penjual dan pembeli berhak memilih (khiyar) sebelum keduanya berpisah.
  • Keduanya boleh mensyaratkan khiyar selama 3 hari. Jika barang tersebut mengandung cacat, maka pembeli boleh mengembalikannya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa ada seorang laki-laki menemui nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Salam dan menceritakan bahwa dirinya telah ditipu dalam perdagangan. Mendengar cerita tersebut, Nabi pun berkata. “Jika engkau berjual beli, maka katakanlah, ‘Tidak boleh melakukan penipuan’.” [Hadits Bukhari dan Muslim]

Dalam riwayat hadits yang lain, setelah itu Nabi melanjutkan perkataannya, “kemudian engkau memiliki khiyar dalam setiap barang yang engkau beli selama 3 hari”. [Hadits Baihaqi]

Akad Salam

Akad salam adalah akad jual beli yang dilakukan dengan cara pemesanan.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abas dia berkata, nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam memasuki kota Madinah, pada saat itu penduduknya terbiasa melakukan salam (pemesanan) pada kurma selama 2 tahun atau 3 tahun. Mengetahui hal itu, kemudian Beliau bersabda, “Barangsiapa melakukan salam pada sesuatu, hendaklah dia melakukan salam dalam takaran tertentu, berat tertentu, dan waktu tertentu”.

Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam juga bersabda, “Barangsiapa melakukan salam, maka tunaikanlah salam itu.”

Keterangan hadits di atas memberikan kita petunjuk mengenai cara melakukan akad jual beli salam yang benar.

Jika kita memesan barang dengan akad salam, maka kita harus menyebutkan dengan jelas berapa takarannya, berapa beratnya, dan kapan barang akan diserahkan.

Semua barang pesanan harus dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual sebelum keduanya berpisah. Artinya akad salam harus dilakukan dengan cara pembayaran tunai di awal.

 

Demikianlah penjelasan singkat mengenai hukum jual beli dalam Islam. Mari kita pahami dan praktekan semua aturan di atas pada kehidupan kita sehari-hari.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa share ke yang lainnya dan sampai jumpa lagi di artikel berikutnya.

Wasalamualaikum wr. wb.

 

Redaksi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *